Setelah beberapa
minggu aku diamkan Vinto. Kembali semburat pelangiku , Rendra. Kupikir dia akan
sebijak yang aku kira seperti dulu, saat Vinto datang padaku lagi, dan kita
lost contact. Dia biasa saja, ya aku tak tahu mengapa, rasa ini menggebu-gebu
seperti membingungkan, aku tak melihat dia lagi seperti dulu, aku cemburu
melihat dia berhubungan dengan kekasih nya yang dulu, tapi apa hakku menekan
perasaan ini? Aku bukan siapa-siapa. Aku berada dibawahnya, aku tak bisa
menyatukan siapapun dengan perasaanku sendiri. Saat itu di taman sekolah. Bukan
taman kota yang dulu aku perlakukan Vinto dengan kasar.
“kamu berhubungan
lagi dengan dia?”
“enggak, dia cuma
pengen smsn aja sama aku”
“terus kamu
bales?”
“iya”
“jutek gitu sih? Kamu
kenapa?”
“gapapa”
“dia udah punya
pacar?”
“iya”
“siapa?”
“aku”
Deg. Ini pertanda,
perasaan itulah yang menuntunku menjawab semua mekanika cintaku yang pupus
dengannya. Ini karena aku terlalu mempercayai Vinto yang hanya mempermainkanku.
“benarkah?”
“kaya detektif
aja, biasa aja dong”
“selamat!”
“jutek gitu?”
“apasih maumu? Cukup
kan selama ini aku memeprcayai hatimu buatku?”
“cukup. Karena kamu
datang dan pergi, gimana kamu bisa percya? Aku setengah mati memendam cagar
cinta kita tapi kamu bertolak belakang”
“ya karena...”
“kamu kembali
pada Vinto, lelaki yang aku katakan hanya ingin membuatmu jatuh kan?”
“Ya. Pergilah,
aku titip saja kisah cinta kita yang dulu, aku sangat menyayangimu. Doakan semoga
tuhan menumbuhkan benih cinta untukku, benih indah yang tumbuh dari hati orang
yang selalu kutunggu cintanya, sepertimu, tapi mungkin bukan kamu. dan saat aku
tak bisa lagi tersenyum...”
“aku yang akan melukis
senyum itu dibibirmu”
“tidak, dan saat
aku tak bisa lagi menggenggam jemariku...”
“aku yang akan
menggenggam erat jemari indah itu”
“dan saat aku tak
bisa lagi melihat indahnya mekanika cinta....”
“aku Res yang
akan menuntunmu menemukan mekanika cinta itu, aku tak kan melepasmu karena
seseorang yang pernah membuatmu sakit dimasa lalu, orang yang mematikan harapan
hidupmu, kamu tak perlu mati bersamanya, ada aku yang selalu menunggu,
mencintaimu hingga kamu terbuka untuk sebuah pilihan yang indah”
Lagi-lagi aku
menitikkan air mata lebih deras dari sebelumnya saat aku memutuskan
meninggalkan Vinto. Aku masih tak percaya, semua yang aku katakan terputus dan
seorang pria melanjutkan syait-syair cinta dariku.
“Rendra, tapi
tadi katanya...”
“katanya kau
berbohong dengan berkata bahwa aku jadian lagi dengan Tania, aku tak
membutuhkan orang pendengki seperti dia, aku butuh bidadari kecilku. Itu kamu”
“Aku tak salah
dengan skenario ini? Harapanku tak pupus? Aku tak ingin cinta ini jauh dari
keberkahan Ren”
“Aku engga
bohong, sayang “
“Rendra? “ aku
terperanjat, atas kesaksianku sendiri, dia mengatakan sesuatu yang begitu aku
impikan?
“Iya Resa..”
“Kamu.. kamu..”
Dia mengecup
keningku, beberapa detik, dia genggam lenganku, dia usap setiap lentik
jemariku, oh rasanya betapa aku merindukan cahaya rembulan. Andai saja Rendra
benar berkenan merajut cinta dalam indahnya keberkahan
“Resa, lihat aku”
dia taruh genggaman itu didadanya, pelan. “tulis dengan penamu , ukir puisimu untukku,
hanya aku. Biarkan hembusan nafas-nafas ini mengukir cinta kita ya? Mau kan?”
Aku mengangguk
pelan, menikmati kecupan kening untuk kedua kalinya. [end]