Akan ada bagian yang
tiba ketika aku harus berpura-pura. Merancang kata-demi menjadi sebuah kalimat
yang kuungkapkan untuk menjawab bahasa tubuhmu. Hanya karena aku tak
ingin kamu merasa tidak nyaman atasku. Ada kalanya aku harus mengalah disetiap perbincangan yang
sebelumnya mengorbankan penantian panjang. Dan ada kalanya pula aku
mengorbankan waktuku, kesabaranku, hanya ingin melihatmu terasa nyaman. Mungkin
kamu tidak tahu apalagi paham, aku menanti kehadiranmu setiap jam, tiap menit,
setiap hari. Aku merasa kesepian. Mungkin karena selama ini kamu berhasil
membuatku terbiasa bersamamu. Tapi itu hanya sementara, seperti jeda yang
beberapa saat , menikmati indahnya berhenti. Lalu melaju meneruskan
hidupnya sendiri, tanpa menoleh kenangan, masalalu dan harapan yang pernah
terucap.
Ukiran kata manismu tak pernah selalu sama, dan jawabannya juga
berbeda. Akhirnya aku tahu bahwa yang kau lakukan adalah permainan. Aku menunggumu,
tapi kamu pergi. Kamu datang, dengan isyarat yang tidak pernah jelas, kamu
menuntutku membuatmu merasa bahagia. Dengan kehadiranku. Apakah selama ini kamu
tahu bahwa aku kesepian? Aku merasa sendirian ketika kamu pergi. Kamu asyik
dengan duniamu sendiri, aku seolah-olah adalah firugan. Rest area yang ketika
kamu bosan dan selesai berbahagia dengan duniamu, kamu beralih pada dunia kita.
Kamu mengesampingkan. Itu yang aku rasakan.
Kamu fikir aku
harus mati-matian bersikap seperti yang kamu mau itu tanpa kontroversi hati? Kamu
fikir aku dengan senang hati melakukannya begitu saja? Kamu fikir aku ini apa? Selalu
menjadi robot yang harus mengikuti kata hatimu, sedangkan kamu tenang menikmati
duniamu sendiri? Kamu kekanak-kanakan.
Kamu
adalah alasanku bertahan. Bertahan supaya aku tahu artinya bersabar, bersabar
karena selama ini aku lebih banyak merasakan tekanan. Aku bahagia kamu
mengajariku artinya kekuatan. Tapi sekaligus kekecewaan.Kamu adalah sumber kebahagiaanku, sekaligus alasan aku menangis saat ini.
Mungkin aku bisa
membohongimu untuk semua sikapku. Kamu pergi, aku ditinggalkan. Kamu datang aku
harus menyambut dengan riang. Itukan yang kamu mau? Kemana kamu selama ini? Adakah
hatimu bicara bahwa ada yang sedang menanti perhatianmu, atau ucapan salam yang
manis di belahan kota sana? Ada yang sedang merindukanmu. Ada yang butuh
kehangatan disana. Aku harap hati kecilmu berkata begitu.
Jadi selama ini
aku berpura-pura? Ya. Mungkin itu jawabannya. Rasa kecewa merambat
kedalam sel otakku. Aku mulai berfikir yang seharusnya tidak aku fikirkan.
Selingkuh. Mendua. Dipermainkan. Datang lalu pergi. Figuran. Orang ketiga. Tak pernah
dianggap. Boneka. Robot. Ya tuhan perasaan apa ini ? Terlalu lamakah aku
bertahan sampai otak indahku sempat menganggapnya dengan semua hal negatif ? buat
apa dia kembali? buat apa muncul sejenak lalu menghilang lagi nanti?
Siapa aku
dimatamu? Ah aku bukan merasakan lagi kekasih yang dulu kau puja pertama kali. Aku
tidak lebih adalah seseorang yang menjelma menjadi tempat parkir dengan jawaban aku harus siap menerima apapun hal negatif dari sana. Kehadiranmu tiada pasti, gerakmu tidak bisa dimengerti,
namun aku selalu disini. berharap ada hati yang kembali menerangi.
Ada
dunia di sekelilingmu. Ada aku di sampingmu. Namun, kamu mendamba rasa sendiri
itu tanpa ada aku.
Selamat berputar-putar
dengan kepura-puraan yang entah sampai kapan ujungnya. Hati kecilku.