Quotes

Kamu menjadi inspirasi, karena kamu berani meski sendiri- 2018

15 May, 2013

Cinta Kita yang Berbeda (end)



“Iya itu sekedar kata-kata kamu, pada kenyataan kamu ga pernah ada buat ngehibur aku kan pas aku sakit kaya gini? sekarang aku ngrasa apa yang aku punya itu balik lagi termasuk semangatku.
“Lidia, aku rindu sama kamu, aku ingin kamu selalu ada buat aku, menjadi sahabat aku selamanya, seutuhnya, aku pengen meyakini satu rasa yang gak akan pernah berubah dari diri kamu buat aku, tapi aku harus pergi. Ayah menyuruhku pindah ke Malaysia. Aku harus sekolah disana. Karna ayah tak bisa meninggalakan pekerjaannya,aku hanya ingin kamu tahu, bahwa aku akan ada di setiap senyum dan tangisanmu, aku ga akan pergi , aku selalu di hatimu, meskipun ribuan atau bahkan milyaran kilo jejakmu terpisah denganku, hubungan kita jangan sampai putus ya ?, kamu janji bakal hubungi aku, sayang ya sama kesehatanmu? Seperti kamu sayang sama aku” kata Kevin dengan nada sedih.
Aku juga minta kalau aku pergi , kamu ga boleh nangis... aku selalu ada di mimpi-mimpi kamu buat kamu senyum kayak dulu lagi.. “, jawab Lidia dengan pelan.
Pergi kemana? Ke sini? Dihati aku?”
“Enggak, kan Tuhan sayang sama kita, kalo Tuhan pengen minta ditemenin sama aku kan aku harus pergi?”
“Loh kenapa ngaco gitu ngomongnya?”
“Bapa kamu pernah bilang kan kalo dia sayang sama anak-anaknya, dia mengistimewakan kita, mengistimewakan kamu juga, itu tergantung waktu, kalo kita boleh milih juga kita maunya tetep kaya dulu lagi kan :)”
“Lidia, aku sayang sama kamu, kamu besok anter aku ke bandara ya? Yang mau aku liat terakhir itu kamu sama senyuman indah kamu.
Gejolak rasaku sepertinya mulai tumbuh berbeda jauh dengan beberapa minggu sebelumnya. Ini rasanya berat, satu elektron menancap kuat di dadaku, berputar-putar memilih antara senyuman terakhir untuk dia atau tetap tidur demi kesehatannya.
“Bagaimana dengan Via?”
“Aku cuma liat masa depan Li, bukan masa lalu, masa depan sama kamu nantinya”
“Jadi kamu?”
“Udah putus sama Via :)”
Lega. Hanya itu satu rasa yang aku paparkan disebelah kesedihan yang bergejolak sangat kuat.
Esok harinya di bandara. Terakhir kali sebelum mereka berpisah, Lidia sempat bepesan , hanya beberapa kalimat dan itu akan selalu Kevin simpan dihatinya
“Kevin,kamu sahabatku,, aku sayang banget sama kamu. Misalnya aku jadi pergi , lebih jauh dari kamu,  kamu janji harus selalu inget kenangan kita selama ini, kamu ga boleh sedih, kamu ga boleh lupain aku. Aku bakal liat kamu disana, dari mata hati aku meskipun aku cuma sahabat yang selalu nyusahin kamu, buang-buang duit kamu, sering emosian gara-gara aku tertekan sama penyakit aku, aku minta maaf?”.
Enggak Lidia, itu salah. Kalo aku mikir kaya gitu, gak mungkin aku mau sahabatan sama kamu selama ini, kamu itu peri kecil yang Tuhan kasih buat aku. Kamu itu anugrah, aku sayang kamu kok. Udah ini air matanya jangan pernah dikeluarin lagi ya? Kamu cantik kalo senyum. Kamu sahabat paling cantik yang pernah aku kenal :)”
Sejenak mereka bertatap muka. Memperhatikan raut wajah yang sudah berganti, mungkin sudah semakin dewasa, angan yang tak pernah mereka lupa, kisah jenaka dan suka cita mereka.
Walau pun kedua planet cinta itu berjarak jauh, setiap hari mereka selalu berhubungan lewat e-mail. Kevin selalu mengirimkan support untuk Lidia disaat selagi Lidia masih bisa menikmati indah dunia. Penyakit kanker yang menyerang otak Lidia tak selamanya bertahan.
Semakin hari Tuhan memberi pertanda untuk Lidia. Tuhan kasihan melihatnya kesakitan. Bunda berusaha mencari dokter dan dimanapun dokter itu berada, tapi mereka semua berputus asa. Lidia menerima kenyataan ini bila dia harus berakhir, tanpa sosok Kevin disaat terakhir dia hidup. Dia hanya berharap Kevin selalu datang ke dalam mimpi indahnya, malam itu di sebuah rumah sakit Pelita ,Jakarta Utara. Untuk semua kisah yang selama ini dia kenang dalam memory kecilnya. Dan semangat yang tak pernah redup karena sahabatnya, sahabat yang sangat mulia.
1 Juli 2012. Saat pertama kali masuk SMA, sekolah yang diidamkan semua siswa di dunia setelah lulus SMP dan disitulah detik terakhir sebelum Lidia pergi, dia sempat membuka e-mail terkhirnya yang mungkin esok hari dia tidak dapat membukanya. Dia terhenyak dan mengalirkan begitu deras air matanya karena yang dibacanya ini..

From    : kevinsaputra@gmail.co.id
To        : lidiayuda@gmail.com
Hal      : Makna Dihatiku

Lidia, aku tahu tentang perasaanmu waktu kamu bertemu aku saat aku sedang bersama pacarku, via. Aku tahu dari sorot matamu kalau kau rindu kasih sayangku. Aku udah lama banget mendam perasaan ke kamu. Aku sayang bagt sama kamu, mungkin aku mencintaimu. Aku sadar dunia kita memang berbeda. Aku melampiaskan cintaku ke via biar aku bsa lupain kamu, tpi aku ga bisa . aku rindu akan senyumanmu, keceriaanmu waktu bareng sama aku. kamu harus ada kalau nanti kau kembali ke Jakarta... aku yakin kmu bisa sembuh meskipun aku Cuma bisa support kamu dr sini.. aku takut kalau dari dlu aku bilang tentang perasaanku ke kamu, itu Cuma ngrusak persahabtan kita. Aku ga pengen kehlangan kamu Lidia.. kmu harus bisa, untuk aku, aku tau kamu juga cinta sama aku. Cinta kita hnya terhalang perbedaan keyakinan. Dan itu sebabnya kenapa aku tdak memberitahuimu sejak dulu . Salam Kevin.

Tangan lidia bergetar saat hendak membelas kiriman Kevin. Darah dari hidungnya terus keluar, namun dia harus bisa menulis sesuatu . Entah apa itu , tetapi harus.

From    : lidiayuda@gmail.com
To        : kevinsaputra@gmail.co.id
Hal       : Makna Cintaku

Aku ga tahu aku harus ngomong apa. Aku cinta sama kamu Vin... aku tahu kecocokan jiwaku udah ada buat kamu sejak dulu, itu mungkin akan abadi dalam hitungan tahun abad atau setelah aku pergi nanti. Walaupun berbeda cintaku sepenuh hati. Cinta ini yang mengurus air mataku menjadi rasa yang abadi buat kamwebf. Maaf akuffj susah menulis katwe-kata ini. Aku lelah dengan jemari ini. Hanya untuk bersamamu, aku rela menerobos rasa sakit yang kian djkeno. andai waktu bisa terulang, setidaknya aku masih bisa mengungkapkan perasaanku langsung tanpa darah di hidungku yang kian m.......

Belum sempat lidia mengirim balasannya ke Kevin, dia jatuh. Tertidur pulas. Untuk selamanya. Untuk menemui sang Khaliq, menemani Tuhan disana. Namun tuhan punya rencana lain. Tuhan sayang dengan Lidia, dia ingin Lidia kembali kepada-Nya.
“Bunda tau nak, kamu bisa setegar ini karna Kevin, bunda ikhlas nak, bunda sayang sama anak bunda. Bunda gak ingin kamu sedih karna liat bunda nangis kayak gini. Kamu yang bahagia ya nak disana, nanti Lidia hadir kalo bunda lg tidur, Lidia cerita ya sama bunda kalo disana tempatnya nyaman buat anak Bunda ini”
Kini lidia telah bisa tegar, bukan tegar, dia tak kan pernah merasakan sakit apapun. Tuhan telah memepersiapkan takdirnya untuk kita. Lidia anak yang kuat. Dia selalu tersenyum meski fisik dan hatinya sangat terluka. Bu Eva melihat e-mail  yang belum terkirim, segera dia kirimkan kepada Kevin. Bu Eva juga menghubungi Kevin kalau Lidia sudah pergi. Sudah menemui Kuasa-Nya.  Cinta mereka takkan bersatu. Kevin pulang ke Jakarta saat Lidia baru saja dikuburkan. Dia hanya bisa memberi senyuman pada bunga2 melati dan tanah yang kini menutupi sosok tegar yang dia cintai segala kekurangannya. Dia berjanji, suatu saat nanti..Dia akan menyambut cintanya, di dunia yang lain. hal yang tidak berubah itu indah, tapi hal yang indah pasti berubah. Dia ingat kalimat itu sebelum Lidia meninggalkannya. []

Cinta Kita yang Berbeda (2)



Eh em cuacanya panas banget”
“ Sepanas apapun juga aku bakal bikin kamu nyaman, tapi kamu jangan gini lagi ya? Janji?”
Ya Tuhan, ini belaian Kevin? Jangan putuskan cinta persaudaraan kita, aku tak ingin telapak tangan yang kekar ini berhenti membelai dan memelukku dengan lembut. Biarlah setiap jengkalnya senantiasa menawarkan keindahan.
Hari terus berlanjut, lentera mentari siang itu mungkin agak membakar keluhan orang-orang yang merasakannya. Sehingga mereka hanya bersantai menunggu senja menampakan diri untuk beradu dengan wajah sang malam.  
Waktu menunjukan pukul 01.00 siang. Lidia merasa sangat pusing, dia tidak bisa menemani Kevin les basket di tempat Pak Dian. Jadi dia menemui Kevin disekolah untuk ijin pulang dulu. Waktu sedang ngobrol sebentar dengan Kevin, tiba-tiba ada tetesan darah dari hidung Lidia.
“Iya Vin jadi aku kesini mau...”
“Memperlihatkan tetasan darah itu keluat dari hidung mungil kamu?” Kevin merasa dibohongi. Dia khawatir, dia kaget, dia merasa dinomer duakan tentang kepercayaan Lidia kepadanya.
Lidia udah khawatir, jangan-jangan penyakit nakal ini akan memperlihatkan kebesarannya mengganggu kehidupanku di depan sahabatku sendiri. Sejenak mengamati,Kevin membersihkan darah yang terus bertambah banyak dari hidungku, terasa sangat lembut sentuhan kapasnya.
mengapa Lidia tdak pernah bercerita tentang penyakitnya. Mengapa dia tega merahasiakan ini pada sahabtnya sendiri” Itu percakapan Kevin dengan mata hatinya.
“Jadi apa yang kamu sembunyikan dariku?”
“Hanya pusing”
“Pusing memikirkanku? Makanya kamu gak pernah crita sama aku?”
“Enggak tapi aku gapapa, bener Vin”
Lidia menyembunyikannya di pelukan Kevin. Dia tak ingin Kevin menghancurkan rahasianya. Dia tak ingin bicara saat itu. Dia hanya ingin menikmati saat-saat indah dengan sahabatnya.
Semenjak Kevin mengetahui penyakit Lidia dari Bunda ,Kevin tak pernah lagi mengajak Lidia bermain seperti dulu. Dia takut terjadi apa-apa jika Lidia terus kecapaian dan penyakitnya kumat lagi. Menembus kebahagiaan Lidia. Kini Kevin juga harus fokus kepada pacar barunya. Via.
Hampir setiap hari Kevin selalu bersama Via, entah itu pulang sekolah, mkan bareng, belajar sampai ke gereja pun mereka selalu bersma. Pernah Lidia melihat sahabatnya itu bersama dengan Via ketika dia hendak pergi ke masjid, entah mengapa perasaan Lidia sangat sakit, perasaan ini tak berbunga, tidak juga benuansa melati yang setiap saat Kevin berikan padanya. Rasanya Lidia seperti menanti keajaiban bila dia harus meninggalkan kedamaian kota dan kegundahan hatinya. Lidia cemburu. Ya bagaimana dengan kisah manis dan segala kesedihan yang mereka lewati selama 15 tahun harus terpisah hanya karena setetes darah sebagai buktinya? Lidia menganggp bahwa Kevin telah melupakannya dan karena Kevin sudah tau penyakitnya, Lidia merasa sahabatnya itu jijik untuk dekat dengannya. Lidia selalu mengurung diri di rumah. Dia selalu menangis. Tapi di dalam lubuk hatinya, dia akan tetap bersikap seperti dulu, saat kanker itu belum menyerang otaknya.
Suatu hari, Lidia bertekad menemui Kevin saat pengumuman lulusan di umumkan. Dia ingin melihat kilasan senyum yang menawan, yang membuat pandangan matanya hanya tertuju pada senyuman itu. Atau belaian lembut yang dia nantikan 2 tahun ini. Dia melihat Kevin sedang mencari-cari namanya di urutan lulus atau tidak. Saat itu Kevin sedang bersama Via. Dari belakang, Lidia menepuk pundak Kevin.
“Dooorrr ! lagi ngapain kalian berdua?”, tanya Lidia dengan senyum terpaksa.
“ eh Lidia, ngagetin aja, ! dasar anak kecil ya... gatau orang lg bingung nyari nama” dia melanjutkan, melihat wanita yang ada disampingnya. Dirangkulnya dia, lalu,
oh ya Vi  ini sahabat ku dari kecil, Lidia”
Hay, seneng bisa kenal kamu
“Iya sama-sama, Vin aku nyariin kamu, aku berusaha pengen deket kamu terus, tapi rasanya ga bisa. Kamu kaya sunyi banget buat aku?” Lidia tiba-tiba mengumbarkan semua gejolak yang terus menekannya.
Kevin bingung apa yang harus dia lakukan. Dia harus pertahankan siapa, sahabatnya atau satu gadis yang mengganggu persahabatannya dengan Lidia. Gadis yang sebenarnya sangat licik itu.
“Lidia denger ! kamu itu terlalu muda dan terlalu resah buat nyari kesunyianku, aku udah punya cewe dan kamu masih aja perduliin aku? Aku gak bakal bisa balik sama aku, aku mohon pengertiannya. Hapuskan aku dari bayangan-bayanganmu setiap hari juga hapus aku dari hidupmu”
“Aku sangat..” Lidia tak bisa melanjutkannya karena terpotong.
“Tolong pergi, sekarang Lidia, bukan satu detik lagi atau berjam-jam kamu berdiri disini” bentak Kevin.
Ketika Tuhan memberikan satu kebahagiaan untukku, maka aku memilih memberikan kebahagiaan itu untukmu Vin”
“Plis pergi..”
 Lidia merasa tertekan saat itu, dia menahan air mata, namun dia masih bisa menggerakkan matanya tanpa setetes air mata. Hanya tersenyum. “Aku pulang dulu ya,, tadi cuman liat terus mampir kata Lidia .
Kevin sempat ingin mengejar peri kecilnya itu, dia merasa salah berkata yang tak penting dia katakan pada sahabatnya. Tapi dia ingat disitu juga ada Via. Gadis berpegang teguh pada pelukan Kevin agar Kevin tak bisa lari mengerjar Lidia. Dia memutuskan untuk tidak mengejarnya, mungkin Lidia merasa kurang diperhatikan. Tapi, bagi Kevin itu semua hanya kenangan. Dia ingin kembali menjumpai masa lalunya, meneruskannya dengan akhir yang bahagia. Rasanya sulit, disampingnya berdiri gadis yang akan menjadi permaisuri di hatinya. Mungkin. Atau sekedar pura-pura.
Satu minggu berlalu,Kevin dan Lidia tidak pernah berhubungan lagi. Sampai saatnya tiba, Kevin datang ke rumah Lidia dan melihat Lidia terbaring lemas di kamar. Lidia meneteskan air mata saat Kevin berjalan menuju tempat tidurnya. Dia berusaha bangkit dari ketidakmampuannya berdiri menyambut pangeran terindah yang dulu dia miliki.
Berikan kemudahan kepadaku yang serba kekurangan ini Ya Allah untuk merasakan kebahagiaan dalam kesederhanaanku, jika cinta itu indah tolong labuhkan hati ini kepada lelaki itu” Lidia berangan beberapa saat.




“Sayang, aku minta maaf untuk segala kesalahanku, kamu sahabat terindah yang ga bisa aku lupain gitu aja. sini sandarkan badan kamu ditubuh aku, inget ya, aku yang bakal menopang tubuh kamu waktu kamu kehilangan semua tenagamu. Aku yang berusaha ada dibelakang jejak langkah kesedihanmu, cuma aku yang ingin ngebahagiain kamu tapi aku mau bilang sesuatu?...” -kelanjutan dari Cinta Kita yang Berbeda (1)