Quotes

Kamu menjadi inspirasi, karena kamu berani meski sendiri- 2018

14 May, 2013

Andai Kalian tdak Pernah Hadir di Hidupku (end)



Setelah beberapa minggu aku diamkan Vinto. Kembali semburat pelangiku , Rendra. Kupikir dia akan sebijak yang aku kira seperti dulu, saat Vinto datang padaku lagi, dan kita lost contact. Dia biasa saja, ya aku tak tahu mengapa, rasa ini menggebu-gebu seperti membingungkan, aku tak melihat dia lagi seperti dulu, aku cemburu melihat dia berhubungan dengan kekasih nya yang dulu, tapi apa hakku menekan perasaan ini? Aku bukan siapa-siapa. Aku berada dibawahnya, aku tak bisa menyatukan siapapun dengan perasaanku sendiri. Saat itu di taman sekolah. Bukan taman kota yang dulu aku perlakukan Vinto dengan kasar.

“kamu berhubungan lagi dengan dia?”
“enggak, dia cuma pengen smsn aja sama aku”
“terus kamu bales?”
“iya”
“jutek gitu sih? Kamu kenapa?”
“gapapa”
“dia udah punya pacar?”
“iya”
“siapa?”
“aku”
Deg. Ini pertanda, perasaan itulah yang menuntunku menjawab semua mekanika cintaku yang pupus dengannya. Ini karena aku terlalu mempercayai Vinto yang hanya mempermainkanku.
“benarkah?”
“kaya detektif aja, biasa aja dong”
“selamat!”
“jutek gitu?”
“apasih maumu? Cukup kan selama ini aku memeprcayai hatimu buatku?”
“cukup. Karena kamu datang dan pergi, gimana kamu bisa percya? Aku setengah mati memendam cagar cinta kita tapi kamu bertolak belakang”
“ya karena...”
“kamu kembali pada Vinto, lelaki yang aku katakan hanya ingin membuatmu jatuh kan?”
“Ya. Pergilah, aku titip saja kisah cinta kita yang dulu, aku sangat menyayangimu. Doakan semoga tuhan menumbuhkan benih cinta untukku, benih indah yang tumbuh dari hati orang yang selalu kutunggu cintanya, sepertimu, tapi mungkin bukan kamu. dan saat aku tak bisa lagi tersenyum...”
“aku yang akan melukis senyum itu dibibirmu”
“tidak, dan saat aku tak bisa lagi menggenggam jemariku...”
“aku yang akan menggenggam erat jemari indah itu”
“dan saat aku tak bisa lagi melihat indahnya mekanika cinta....”
“aku Res yang akan menuntunmu menemukan mekanika cinta itu, aku tak kan melepasmu karena seseorang yang pernah membuatmu sakit dimasa lalu, orang yang mematikan harapan hidupmu, kamu tak perlu mati bersamanya, ada aku yang selalu menunggu, mencintaimu hingga kamu terbuka untuk sebuah pilihan yang indah”

Lagi-lagi aku menitikkan air mata lebih deras dari sebelumnya saat aku memutuskan meninggalkan Vinto. Aku masih tak percaya, semua yang aku katakan terputus dan seorang pria melanjutkan syait-syair cinta dariku.

“Rendra, tapi tadi katanya...”
“katanya kau berbohong dengan berkata bahwa aku jadian lagi dengan Tania, aku tak membutuhkan orang pendengki seperti dia, aku butuh bidadari kecilku. Itu kamu”
“Aku tak salah dengan skenario ini? Harapanku tak pupus? Aku tak ingin cinta ini jauh dari keberkahan Ren”
“Aku engga bohong, sayang “
“Rendra? “ aku terperanjat, atas kesaksianku sendiri, dia mengatakan sesuatu yang begitu aku impikan?
“Iya Resa..”
“Kamu.. kamu..”

Dia mengecup keningku, beberapa detik, dia genggam lenganku, dia usap setiap lentik jemariku, oh rasanya betapa aku merindukan cahaya rembulan. Andai saja Rendra benar berkenan merajut cinta dalam indahnya keberkahan

“Resa, lihat aku” dia taruh genggaman itu didadanya, pelan. “tulis dengan penamu , ukir puisimu untukku, hanya aku. Biarkan hembusan nafas-nafas ini mengukir cinta kita ya? Mau kan?”

Aku mengangguk pelan, menikmati kecupan kening untuk kedua kalinya. [end]

Andai Kalian tak Pernah Hadir di Hidupku (2)

Vinto benar-benar kehilangan cahaya matanya. Dia tak berani menatapku, dia tertunduk, masih mendekap tanganku di dadanya. Kurasakan dentuman keras seperti granat, tapi tak pernah ia taburkan granat itu. Aku menatap matanya yang mulai kusut, pelangi menghilang begitu saja. Dia , Vinto. Pipinya -basah oleh titik-titik air mata kecil.

“aku mohon Res, untuk yang kedua”
“ini ke 4 Vin, kamu mau gimana?”
“aku mau kamu genggam tangan aku dan aku janji akan berubah”
“secepat itukah? Bagaimana dengan pria yang selalu membuatku mencuri senyumnya?”
“hilangkan dia dari rotasi dikepalamu”
“seenak itu? Aku mencintainya”
“sungguh?”
“gausah berlagak! Kamu yang seharusnya hilang dalam otakku, memory mu sudah hilang! Tau!”
“gak mungkin ! kamu penipu , kamu mainin aku !”
“aku? Dimana kamu selama ini? Dimana kamu saat aku sakit? Saat aku menangis? Saat aku sibuk tapi kamu gak pernah mikirin aku sibuk? Kamu asik dengan mainan kamu, entah aku tak tau, aku hanya tau kamu selalu membentakku, menggapku yang enggak-enggak ! iya kan!”
“ iya aku yang salah, kalo aku ga ada di samping kamu, getaran cinta aku melemah, aku butuh kamu, bentangkan anugrah rasa mu buat aku Res” kata Vinto menepunkan lenganku di dadanya.
“ sori ga bisa !”
Tiba-tiba aku tersentak. Aku telah berada dalam pelukan yang sangat erat. Tak ada yang memisahkan kita berdua, frekuensi ini terlalu kuat. Kini kurasa, aku dan duniaku telah berubah. Aku tak pernah merasakan ini sebelumnya. Ini hangat, tak ingin ku lepas, dia mencium kepalaku, dia menitikan air mata hingga aku merasakannya di kulit kepalaku. Air mataku meluncur. Aku tak tau rasa apa yang hadir untuk Vinto, juga untuk Rendra. Aku tak bisa memilih mereka karena cinta mereka meluberkan sejuta warna dalam hidupku.
“lepaskan aku!”
“tidak, sebelum kamu bilang bahwa amanah mu mencintaiku dan aku berjanji mendekapmu dalam segala permasalahan yang kita hadapi Res”
“aku mencintaimu Vin, tapi tak sekuat dulu. Aku menyayangi Rendra, itu saat kamu pergi, lalu kamu datang, kamu gak jelas, kamu membuat aku bingung dengan semua isyaratmu. Kalian spektrum cinta yang begitu beragam mengajariku tentang hidup. Kalian embun dan setulus hati mengasihiku. Aku tau itu. Aku lebih baik sendiri Vin, aku mohon lepaskan dekapanmu, aku ingin pergi”
“tapi bagaimana dengan aku?” Vinto terjatuh, dia tengok keatas, kewajah ku, “bawalah hati aku Res, aku akan limpahkan segalanya untuk kamu”
“untuk datang dan pergimu? Untuk sikap yang ga jelasmu? Untuk kesalahpahaman yang kau tumpahkan padaku setiap yang kamu mau?”
“aku akan memperbaikinya Res, aku berjanji demi Tuhan”
“untuk yang ke 5 kalinya? bisa lepaskan genggaman kamu? Mataku sembab, aku ingin tidur, biarin aku pulang !”
“tapi Res aku.. “

Langsung saja aku lepaskan dengan paksa genggaman lembut itu, yang mungkin jika kisahnya berbeda, aku takkan pernah melepasnya. Getaran cinta itu mungkin akan menderu kuat, getaran dimedan hati ini sangat hebat. Entahlah itu memang sudah berlalu. Aku berlari pergi , aku masih sempat menengok Vinto, dia tertunduk lesu. Mungkin menyesali kesalahannya. Kupikir kisah ini masih berlanjut []

Andai Kalian tak Pernah Hadir di Hidupku (1)



Bibirku terkunci. Mungkin terbungkam. Hanya beberapa detik lalu aku meneruskan
“ Bisa kan kamu tidak menggombaliku lagi? Aku muak melihatmu”
“Muak untuk apa? Aku menjijikan?”
“Iya Vinto! “
“Jika begitu, dulu kamu tak kan pernah memberi ijin untuk ku mencintaimu kan”
“Lupakan”
“Kamu terlalu sulit dilupakan Resa”
“Ah minggir saja! Aku mau pulang”
Pria itu mempertahankan tanganku, mencoba mendekapku tapi aku mengusik keinginannya. Sepertinya terlalu kejam, tapi aku tidak bisa seperti ini berlarut-larut.
“Dengar aku akan menceritakan sesuatu padamu”
“Tentang apa Res?”
“Perlakuanmu”
“Sekarang?”
“Besok saja. Aku lelah”
Seharian itu aku memikirkan bagaimana aku harus memulai. Bagaimana aku meneruskan percakapan yang tadi siang ku janjikan pada Vinto. Aku tak bisa memberinya kesaksian yang langsung jelas, aku takut menyakitinya meskipun aku belum jadian dengannya. Tapi aku merasakan hal yang berbeda. Justru aku ingin menyembunyikan semua ini karena aku mencintainya. Iya, sepertinya. Tapi disisi lain? Pria baik itu? Yang selalu mengantarku pulang? Berjalan disampingku? Ah besok saja. Aku harus berhenti mengangan, ini sudah larut malam. Lebih baik aku tidur saja agar tidak terlambat memasuki pintu gerbang yang mewah itu .
Siang harinya setelah aku memulai rencanaku, ku tuju taman bunga mawar yang dulunya bekas hamparan sawah. Iya memang sangat indah. Dulu hamparan itu tak pernah dapat perhatian dari orang-orang , tapi kini dia kembali menjadi pusat kerlingan semua orang yang menyukai keindahannya terutama yang sedang menjalin cinta.
Kumulai pembicaraan dengan pria yang sangat ku cintai
“terus terang..”
“bicaralah, bila aku tak bisa menjawab pembicaraanmu, setidaknya aku sudah bisa menjadi pendengar yang baik untukmu, jika selama ini sikapku..”
“tak usah kau teruskan, aku hanya tak ingin perhatian sederhanaku membuatmu sakit dan aku ingin mengakhirinya, karena kita memang tidak bisa bersama”
“ternyata itu permasalahannya? Ada apa?”
“aku lelah dengan semua yang kamu lakukan untuk membuatku terus dalam dekapanmu, dekapan itu menyesakkanku, membuat urat-uratku terpelintir seperti saat aku kambuh dari sakitku”
“aku tak tau, tapi aku tak kan pernah berfikir kalau aku tak bisa melihat senyumanmu”
“aku tahu , tapi kedewaanmu tak pernah menuntunku bahagia. Kalau kamu gak bisa sebaik dia, setidaknya kamu tak perlu sirik dan membenci. Apa hidupmu tak lagi menarik?
“tapi aku benci pada siapa yang dekat dengan kamu!”
“dan aku tak boleh membenci gadis yang tiap hari kau perhatikan lebih dari aku! Iya?”
“aku... “
“aku yang akan pergi, aku yang akan meminta maaf atas kesalahan kamu pada Rendra. Dia yang selama ini memberiku nasehat dan selalu memberi bintang malam untuk menjagaku, dia pangeran yang diam-diam memujaku dibelakangmu, tapi dia tak pernah berlebih padaku seperti yang tak kamu pahami. Dia lah lelaki yang memberi kejelasan, menopang tubuhku , menadahkan tangannya untuk menampung semua air mataku hingga aku puas menangisi mu! Aku wanita, aku udah ngasih kejelasan tapi...”
“tapi aku tak pernah ngasih kejelasan tentang kamu, aku ga bisa siap tangkap saat kamu jatuh atau sakit, atau moody, aku gak pernah ngerti apa yang wanita rasakan dan aku sibuk dengan urusan aku sendiri”
“iya, kamu juga yang menjadikanku pelampiasan untuk cintamu yang pernah gagal, aku yang bodoh berpura-pura sayang meski aku tahu kamu tak mungkin menyayangiku setulus hati” -masih berlanjut di Andai Kalian tak Pernah Hadir di Hidupku (2)